Media karburisasi yang digunakan pada proses karburising padat ( pack carurizing ) adalah arang tempurung kelapa, arang kayu, arang kokas, arang kulit atau arang tulang. Beberapa jenis dari media karburisasi tadi yang sering digunakan adalah arang kayu jati dan arang tempurung kelapa.
Arang adalah residu atau sisa pembakaran dari kayu yang terdiri dari karbon yang diperoleh dengan cara membakar kayu pada kondisi tertutup yang dapat membuat kayu terbakar dari abu. Denga kondisi tersebut kayu membara dan terbentuk menjadi menjadi arang yang unsure utamanya karbon. Unsur sisa lainnya dari arang adalah abu yaitu sekitar 0,5 – 6 % tergantung dari jenis kayunya.
Arang setalah dikeluarkan dari tempat pengarangan mempunyai kelembaban kurang dari 1%. Penyerapan kelembaban udara setelah arang dikeluarkan beberapa saat dari tempat pengarangan, dengan cepat akan meningkatkan kelembaban kira-kira 5 – 10%, bahkan untuk arang yang terbakar sempura ( well burned charcoal ). Sedangkan untuk arang yang tidak terbakar secara maksimal, kelambaban bias mencapai 15 % bahkan lebih.
Abu adalah unsure mineral seperti halnya tanah liat, silica, kalsium, dan magnesium oksid. Kadar abu ( ash content ) dari arang berkisar antara 0,5 samapi lebih dari 5 % tergantung dari jenis kayunya. Arang dengan kualitas baik mempunyai kadar abu kira-kira 3%.
Kadar karbon murni ( fixed carbon content ) dari arang berkisar dari yang terendah kira-kira 50 % sampai yang tinggi sekitar 95 %. Berdasarkan www.fao.org kadar karbon untuk arang kayu tropis keras ( tropical hardwood charcoal ) atau dalam hal ini adalah arang kayu jati ( tectonia grandis charcoal ) memiliki kadar karbon sebesar 69,8 % dan kadar abu sebesar 1,2 %. Sedangkan untuk arang tempurung kelapa ( coconut shell charcoal ) memiliki kadar karbon sebesar 83,0 % dan kadar abu sekitar 1,5 %.
Kadar karbon yang terdapat pada media karburisasi sangat mempengaruhi hasil dari proses karburising, karena karbon yang dipanaskan dalam kotak karburisasi akan terurai menjadi CO yang selanjutnya terurai menjadi karbon aktif yang dapat berdifusi masuk ke dalam baja, dan akhirnya akan menaikkan konsentrasi karbon pada permukaan baja. Seperti yang kita ketahui bahwa semakin besar konsentrasi karbon pada permukaan baja maka kekerasannya akan meningkat pula.
Manurut Wahid Suherman (1998: 147) bahwa
(Maaf juga sedang dalam proses penulisan)
Arang adalah residu atau sisa pembakaran dari kayu yang terdiri dari karbon yang diperoleh dengan cara membakar kayu pada kondisi tertutup yang dapat membuat kayu terbakar dari abu. Denga kondisi tersebut kayu membara dan terbentuk menjadi menjadi arang yang unsure utamanya karbon. Unsur sisa lainnya dari arang adalah abu yaitu sekitar 0,5 – 6 % tergantung dari jenis kayunya.
Arang setalah dikeluarkan dari tempat pengarangan mempunyai kelembaban kurang dari 1%. Penyerapan kelembaban udara setelah arang dikeluarkan beberapa saat dari tempat pengarangan, dengan cepat akan meningkatkan kelembaban kira-kira 5 – 10%, bahkan untuk arang yang terbakar sempura ( well burned charcoal ). Sedangkan untuk arang yang tidak terbakar secara maksimal, kelambaban bias mencapai 15 % bahkan lebih.
Abu adalah unsure mineral seperti halnya tanah liat, silica, kalsium, dan magnesium oksid. Kadar abu ( ash content ) dari arang berkisar antara 0,5 samapi lebih dari 5 % tergantung dari jenis kayunya. Arang dengan kualitas baik mempunyai kadar abu kira-kira 3%.
Kadar karbon murni ( fixed carbon content ) dari arang berkisar dari yang terendah kira-kira 50 % sampai yang tinggi sekitar 95 %. Berdasarkan www.fao.org kadar karbon untuk arang kayu tropis keras ( tropical hardwood charcoal ) atau dalam hal ini adalah arang kayu jati ( tectonia grandis charcoal ) memiliki kadar karbon sebesar 69,8 % dan kadar abu sebesar 1,2 %. Sedangkan untuk arang tempurung kelapa ( coconut shell charcoal ) memiliki kadar karbon sebesar 83,0 % dan kadar abu sekitar 1,5 %.
Kadar karbon yang terdapat pada media karburisasi sangat mempengaruhi hasil dari proses karburising, karena karbon yang dipanaskan dalam kotak karburisasi akan terurai menjadi CO yang selanjutnya terurai menjadi karbon aktif yang dapat berdifusi masuk ke dalam baja, dan akhirnya akan menaikkan konsentrasi karbon pada permukaan baja. Seperti yang kita ketahui bahwa semakin besar konsentrasi karbon pada permukaan baja maka kekerasannya akan meningkat pula.
Manurut Wahid Suherman (1998: 147) bahwa
(Maaf juga sedang dalam proses penulisan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar